Makna Perang Obor di Tegal Sambi Jepara Jawa Tengah




Setiap Malam Selasa Pon di bulan Dzulhijjah, di Jepara ada even budaya yang diberi nama Perang Obor. Sesuai namanya, pengunjung bisa puas melihat adegan perang api sekitar 50 warga desa. Suasana sekitar bisa sangat panas karena obor dari klaras dan blarak yang menyala-nyala dan meletik ketika dipukulkan di kepala. Kami para penonton terkadang juga mendapat cipratan api. Berbahaya? Tidak... selama ratusan tahun, saya belum pernah mendengar ada peristiwa peserta atau pengunjung yang terbakar. ada minyak blonyoh yang disiapkan secara khusus dan sangat manjur mengobati luka. Mungkin yang tepat adalah pertanyaan, mengapa harus ada Perang Obor dan apa maknanya? Kenalan dengan even budaya Jepara yuk....

Makna Tradisi Perang Obor di Desa Tegal Sambi Jepara
Sebagai jawaban awal, saya akan mendongengkan sebuah legenda tokoh yang masih dipercaya sampai sekarang.saya menyebutnya foklor atau cerita rakyat, karena legenda ini adalah salah satu bentuk kebudayaan kolektif yang masih diajarkan secara turun temurun. Begini ceritanya

Pada zaman dahulu, (dipercaya sekitar abad XVI), de desa Tegal Sambi ada seorang petani dan tokoh masyarakat yang kaya raya bernama Kyai Babadan. Kyai Babadan selain sukses bertani, juga memiliki ternak yang sangat banyak. Sapi dan kerbaunya mulai kurang terurus. Tetangga sebelahnya, Ki Gemblong yang mau membantunya mengurus ternak. Dan ternyata, di tangan Ki Gemblong, ternak Kyai Babadan beranak pinak dengan cepat sehingga jumlahnya semakin bertambah. Ki Gemblong juga rajin memandikan ternaknya di sungai sehingga Kyai Babadan semakin senang hatinya.
Suatu hari, Ki Gemblong melihat banyak ikan dan udang di sungai. Dia berhasil menangkap beberapa dan memanggangnya. Rasanya sangat lezat. Ki Gemblong pun menjadi abai pada ternak-ternaknya karena asyik menangkap dan menjual ikan di sungai. Kyai Babadan mengetahui hal itu dan menjadi sangat marah. Apalagi ternak yang dititipkan pada Ki Gemblong menjadi kurus dan sakit-sakitan. Dia segera mencari Ki Gemblong dan menemukannya sedang asyik membakar ikan di tepi sungai. Mereka terlibat pertengkaran dan dalam murkanya, Kyai Babadan memukul Ki Gemblong dengan blarak (daun kelapa kering) yang terbakar ujungnya. Ki Gemblong tak mau kalah. Dia membalas dengan Blarak atau klaras (daun pisang kering) yang berada di sekitar mereka. Keduanya saling kejar dan saling memukul tanpa memperhatikan sekitar. Ternyata api telah merambat ke mana-mana dan membakar kandang. Ajaib, sapi dan kerbau yang sakit-sakitan menjadi sehat dan gemuk. Maka mereka pun tetap meneruskan pertempuran api mereka, namun kali ini tanpa rasa amarah dan dendam. Semua ternak milik Kyai Babadan dan ternak para tetangga di desa Tegal Sambi menjadi juga sembuh. Sejak saat itulah diadakan ritual saling memukulkan api dari blarak dan klaras yang akhirnya diberi nama Perang Obor.


Perang obor sudah menjadi even budaya kota Jepara. Pemerintah Kabupaten menjadikan tradisi Perang Obor ini sebagai kegiatan pariwisata. Langkah yang tidak salah, karena setiap kali Perang Obor digelar, banyak sekali wisatawan domestik dan manca yang ikut menyaksikan perang api ini. 

Jika ditelusuri lebih jauh, Perang Obor ini memiliki banyak makna. Tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Foklor yang saya sampaikan di atas, jika dipahami maknanya lebih jauh, kita bisa menangkap piweling bahwa kita tak boleh menyepelekan amanah yang dititipkan pada kita. Nama Ki Gemblong sendiri mungkin berasal dari kata gemblung atau tolol, karena sebenarnya memiliki nama sendiri yang disamarkan. Ketika diuji dengan ikan dan udang (nikmat), Ki Gemblong lupa diri dan melalaikan tugasnya. Peristiwa pertempuran Kyai Babadan dan Ki Gemblong juga sebenarnya adalah simbol atau penanda. Kita semua tahu, leluhur kita sangat fasih menyamarkan pesan.

Keterangan mengenai hubungan Kyai Babadan dan Ki Gemblong dengan Perang Obor sangat mudah dicari di media. Banyak blogger maupun media portal mengulasnya. Sebagai warga asli Jepara, saya ingin menambahkan keterangan lain mengenai makna dari Perang Obor, selain nasihat agar menjaga amanah yang dititipkan. 

Saling pukul menggunakan obor
Jika ditilik dari waktu, yaitu selalu di malam Selasa Pon bulan Dzulhijjah, saya bisa memberitahukan mengapa harus di hari itu. Meski memang masih bisa dibantah mengapa tidak Senin Pahing atau Rabu Wage (sehari sebelum dan atau sesudahnya). Yang jelas, bulan Dzulhijjah adalah masa puncak panen raya di desa Tegal Sambi. Warga desa memang masih memakai sistem penanggalan Jawa, sama seperti petani di desa-desa lain. Para petani tradisional masih mempercayai kearifan putusan leluhur mengenai bab penanggalan mongso tandur. Nah... pertanyaan selanjutnya adalah mengapa diajukan ke bulan Rajab, saya tidak tahu menahu hal itu, kecuali bahwa memang panen raya telah bergeser ke masa sekarang ini.

Perang Obor biasanya dibarengkan dengan acara sedekah bumi (kabumi). Kabumiadalah perwujudan rasa syukur seluruh warga desa dengan cara saling membagi makanan yang telah didoakan bersama-sama. Kabumi juga berarti doa bersama agar seluruh desa mendapat rezeki yang melimpah dan selalu terhindar dari balak. Ini adalah ikhtiar masyarakat pada ketentuan Sang Penciptanya.

Seperti itulah makna dari Perang Obor di Tegal Sambi. Mungkin masih ada yang bertanya mengapa harus api? Mengapa harus memakai blarak dan klaras? Untuk pertanyaan pertama, saya mengacu ke cerita rakyat yang saya sampaikan di atas. Selain alasan itu, jujur saya tidak tahu. Mengenai mengapa harus blarak dan klaras, karena 2 daun kering itu sangat mudah ditemukan di desa. Alasan lain tentu saja karena api melahap dedaunan kering itu dengan sangat cepat dan dalam hitungan detik api sudah paham sehingga tidak membahayakan. Selama ratusan tahun dilakukan, belum pernah ada berita seseorang terbakar. Jika terluka di kepala, bisa saja terjadi jika kebetulan terpukul batang klaras. Tetapi meski begitu, tak boleh ada amarah atau dendam di antara peserta selama Perang Obor berlangsung. Sekitar 50 warga desa yang ikut berperang harus menjaga diri dari rasa dendam, iri dan emosi negatif karena mereka sedang “bermain api”.

0 Response to "Makna Perang Obor di Tegal Sambi Jepara Jawa Tengah"

Post a Comment

Silahkan tinggalkan jejak Anda dan terima kasih telah berkunjung anakrantaujepara.blogspot.com. Semoga artikel yang telah Anda baca dapat bermanfaat. Yosha!!!